Main Ke Atap Lombok

Saya bersama 3 teman (yang 2 masih dibawah)

Sejatinya, Gunung Rinjani di Lombok menjadi salah satu impian para petualang untuk didaki. Gunung Rinjani di Pulau Lombok berdiri gagah dengan ketinggian 3726 MDPL, dengan segala pesona yang terkenal sampai seluruh penjuru dunia. Mendaki Rinjani dijamin akan membuat kalian menjadi semakin jatuh cinta dengan Indonesia. Itulah yang kami ber-empat pernah rasakan setahun lalu (sekitar akhir April 2014). Ketika itu kami berencana merayakan kelulusan SMA dengan pergi berlibur. Cerita dimulai saat teman saya, Robby, mengajak Saya, Hari, Dika dan Nanda pergi berlibur ke Lombok, termasuk mendaki Gunung Rinjani. Hanya saja, teman kami Nanda tidak bisa bergabung bersama kami. 

Kami sebenarnya belum pernah mendaki gunung sebelumnya, apalagi saat pertama pendakian kami langsung mendaki Gunung Rinjani yang notabene Gunung Berapi tertinggi kedua di Indonesia. Persiapan kami pun sangat mepet, mungkin hanya 1 minggu saja, jadi banyak-banyak mencari informasi apa saja persiapan sebelum mendaki gunung.

Singkat cerita, kami berangkat dari terminal Arjosari Malang menuju terminal Bungurasih Surabaya dan kemudian bertolak menuju Bandara Juanda. Keberangkatan dijadwalkan pada sore hari, hingga sampailah kami di Bandara Lombok Praya yang pada saat itu hari mulai petang. Saat itu kami telah dijemput oleh travel agent. Perjalanan dilanjut menuju penginapan di sekitar Pantai Senggigi. Setelah sampai di Hotel kami bertemu dengan agen pendakian Rinjani bernama Mas Jay. Kami banyak mengobrol dan kami diberi briefing dan informasi seputar pendakian Rinjani. Waktu sudah semakin malam, kami pun bergegas menuju kamar untuk beristirahat mengumpulkan energi untuk pendakian esok.  

Esok harinya saat pagi buta, kami siap-siap berkemas dan bersiap menuju Sembalun, gerbang pertama pendakian Rinjani. Tak ada sedikit rasa bosan yang datang, karena selama perjalanan kami disuguhkan pemandangan yang sungguh mengesankan, seperti jalanan pantai yang saat itu sedikit terang dengan lampu bulan dan lampu jalan hehe. Gambarannya mungkin seperti ini: 

sumber: Google

Pendakian kami ditemani beberapa porter dan seorang guide bernama Mas Ajib dan sepasang bule dari Slovakia kalau tidak salah. Sebelum melakukan pendakian, kami menuju Balai Taman Nasional Gunung Rinjani untuk mengurus registrasi dan perijinan. Berikut singkat cerita kami.

Sembalun, si kaki Gunung Rinjani

Dari kiri: Robby, Hari, Dika dan saya (Puncak Rinjani tertutup awan sayangnya)
Gerbang pertama pendakian sebelum menggapai Singgasana Dewi Anjani di Puncak Rinjani dimulai dari pintu pendakian Sembalun. Di sini kami disuguhi view Sabana yang tampak menyejukkan mata. Jika ingin melihat Sabana dalam versi bak permadani hijau berangkatlah di bulan April atau Mei, sebab saat itu musim kemarau baru saja tiba sehingga masih menyisakan hijaunya pemandangan di kaki Rinjani.
Kami beristirahat bersama Mas Ajib

Melewati trek Sembalun cuaca cukup bersahabat, cerah tapi sedikit mendung. Jadi perjalanan kami tidak terlalu lelah dengan terik matahari. Sesekali kami berhenti untuk melepas lelah dengan melihat keindahan view Sembalun.

7 Bukit Penyesalan dan 9 Bukit Penderitaan sepanjang Sembalun menuju Plawangan Sembalun

Pos 1
Awal pendakian dari basecamp Sembalun, terdapat 2 trek di yang bisa dipilih jika ingin mencapai Pelawangan Sembalun, yaitu 7 Bukit Penyesalan dan 9 Bukit Penderitaan. Yang katanya, trek ini yang benar-benar menguji kesungguhan hati dan kegigihan mental.

Kami pun memulai pendakian. Dan setelah berjalan sekitar 2 jam, akhirnya kami bertemu dengan pos 1. Di pos 1, udara dingin mulai merasuk dan kabut mulai turun. Sesekali kami bertemu dengan pendaki yang juga sedang memulai pendakian dan ada pula yang sedang perjalanan turun. Akhirnya kami pun mellanjutkan perjalanan.

Pos lama di Pos 2, Robby 
Hingga sampailah kami di pos 2. Sebenarnya di pos 2 terdapat pos baru dan pos lama. Tapi kami lebih memilih beristirahat di pos lama karena tempatnya yang lebih luas dan dekat dengan sumber air ditambah banyak pendaki dan porter yang beristirahat disana. Beberapa porter kami dan Mas Ajib membantu menyiapkan makan siang bagi kami. 

Disaat kami sedang makan siang, tanpa diduga hujan turun sangat deras. Hampir satu jam kami berteduh, tapi hujan tak kunjung reda. Daripada membuang waktu, kami melanjutkan pendakian dengan menggunakan mantel dan jas hujan.

Sayang sekali kami tidak bisa berfoto karena hujan. Hari mulai sore, kami pun melanjutkan pendakian lagi menuju Pelawangan Sembalun. Di tengah perjalanan hujan mulai berhenti, namun keadaan tubuh kami yang mulai kedinginan memaksa kami berjalan terus agar tidak terserang hipotermia


Plawangan Sembalun
Kami menyadari selama perjalanan dari pos ke pos, trek yang kami dapati berbukit-bukit yang memang 'tak ada hentinya'. Hari pun mulai gelap dan finally, kami sampai di Plawangan Sembalun dengan basah kuyup.

Sesaat kami menikmati keindahan Segara Anak yang terlihat dari Pelawangan Sembalun. Hanya saja saat itu masih mendung, jadi kecantikan sesungguhnya masih belum tampak. Kami bersama Mas Ajib menuju tenda yang sudah dibangun porter kami untuk beristirahat dan mengisi tenaga untuk Summit Attack dini hari.

Summit Attack

Plawangan Sembalun
Tibalah saatnya untuk 'pendakian sesungguhnya'. Namun sayang, teman saya Robby dan Dika tidak bisa melanjutkan summit attack, karena keadaan fisik yang tidak memungkinkan setelah mendaki dari basecamp menuju Plawangan Sembalun dengan keadaan hujan deras. Hanya saya dan Hari serta Mas Ajib yang melanjutkan summit attack. 

Bersama dengan puluhan pendaki lain kami memulai summit attack. Menuju Puncak Rinjani membutuhkan waktu sekitar 4-7 jam dari Plawangan Sembalun. Trek penuh kerikil dan pasir yang mirip trek puncak menuju Mahameru. Pasir lembut yang berada di sekitar puncak membuat pendakian terasa lebih berat. 

Punggungan Rinjani
Setelah beberapa jam kami berdua berjalan, terlihat fajar di ufuk timur. Indah sekali goresan seni Tuhan ini. Kami melanjutkan perjalanan ke puncak.

Hawa dingin semakin saja menusuk tubuh, rasa-rasanya ingin kembali ke tenda. Kami akhirnya beristirahat di balik batu besar untuk berlindung dari angin dan hawa dingin. Hanya saja tubuh saya tetap tak lagi kuat menahan dingin. 
Background Puncak Rinjani

Mas Ajib
Saya, Hari dan Mas Ajib akhirnya  hanya bisa berdiam batu besar tadi dan tidak melanjutkan pendakian ke puncak. Di sana juga ada 2 pendaki dari Jakarta yang bersama kami. Sebenarnya saya sungkan dengan Hari dan Mas Ajib, melihat perjuangan menggapai puncak tinggal sedikit lagi. Tapi saya benar-benar tak kuat menahan dinginnya gunung.
Segara Anak dan Gunung Baru Jari
Perjuangan summit attack kami yang berhenti sampai di situ, ternyata tidak sia-sia. Kami masih bisa menikmati keindahan Segara Anak dan Gunung Baru Jari dari atas. 3 Gili Lombok yang terkenal pun juga terlihat di sisi barat laur, dan di barat terlihat sedikit Puncak Gunung Agung yang ada di Bali.
Background Segara Anak
Foto dikit sama bule
Sebelum kami turun kembali ke tenda, kami sempatkan mengabadikan view indah yang kami dapat. Matahari sudah semakin tinggi, akhirnya kami pun turun menghampiri teman kami di tenda di Plawangan Sembalun.
Sebelum turun ke Segara Anak kami bersantai sebentar di tenda, dengan sarapan dan minum teh hangat. Dengan cuaca yang cukup cerah kami berkemas dan siap turun ke segara anak. 

Segara Anak dan Gunung Baru Jari

Jalur menuju Segara Anak
Jalur yang kami lalui berbatu-batu cukup terjal dengan kemiringan yang ekstrim. Dengan jalur tersebut membuat kaki serasa bergetar, apalagi jarak yang kami tempuh sekitar 6 jam. 

Akhirnya kami pun sampai di Segara Anak saat sore. Segar rasanya melihat air danau yang begitu jernih dengan Gunung Baru Jari yang berada di tengah danau vulkanik ini.

Tenda Segara Anak
Mancing mania hehe
Di Segara Anak, banyak sekali ikan yang dapat dipancing untuk dijadikan bahan makanan. Kami menginap semalam disini, dan esoknya kami akan turun melalui jalur Senaru.
Background Gunung Baru Jari
Pagi hari esoknya, cuaca cukup cerah, udara pun super segar ditemani kicauan burung dan view segara anak dengan Gunung Baru Jari nya. Kami memutuskan untuk mandi di Sumber Air Panas yang berada tak jauh dari tempat kami berkemah. Di samping sumber air panas tersebut juga terdapat sebuah air terjun. Setelah selesai, kami kambali ke tenda untuk sarapan dan bersantai, kami pun kembali berkemas untuk turun melalui trek Senaru.

Jalur Senaru, gerbang terakhir sebelum pulang

Plawangan Senaru
Jarak perjalanan dari Segara Anak menuju Plawangan Senaru sekitar 4 jam. Trek yang dilalui hampir sama dengan trek Plawangan Sembalun turun ke Segara Anak. Dengan jalur yang awalnya landai tapi pertengahan mulai menanjak dengan banyak batu-batu besar. 
Kami juga sudah cukup lelah berjalan dengan beberapa trek yang kami lalui sebelumnya. Hingga sampailah kami di Plawangan Senaru untuk melepas lelah. Tak sadar saya hampir ketiduran disana, apalagi angin yang berhembus cukup membuat ngantuk. 
Hari pun sudah mulai siang, kami memutuskan untuk segera turun. Jalur di Senaru sebenarnya memberikan view yang cukup menarik dengan banyak bebatuan yang seperti tersusun cantik di tengah jalur. Tetapi harus tetap berhati-hati karena sebelah kiri berupa jurang. 
Kami akhirnya sampai di sebuah pos, tapi saya lupa ini pos berapa. Karena hari sudah sore, porter mendirikan tenda di dekat pos ini. 
Menunggu senja
Sembari menunggu senja, porter dan Mas Ajib membuatkan makanan buat kami. Saya masih ingat, Pancake Pisang dan Mie Rebus menjadi menu kami sore itu. Kami kadang tertawa jika mengingat saat Mas Ajib menawarkan minuman dengan logatnya yang lucu. "Kopi apa Thi (tea)?", ucapnya kala itu. 
Siluet (1)

Siluet (2)
Senja cantik
Saat senja datang, view awan di pos tempat kami mendirikan tenda sangat mempesona. Gradasi warna di langit sangat memanjakan mata kami. 

Malam pun datang, kami tidur lebih cepat agar bisa me-recovery stamina kami yang semakin menurun. 

Pagi hari kami pun disambut oleh kicauan burung dan juga kera-kera yang ada di sekitar pos kami. Seperti biasanya, kami sedikit bersantai sebelum memulai perjalanan turun. Untuk menambah stamina, Mas Ajib memberikan kami Pancake Pisang dan teh hangat, hehe. Setelah selesai, kami pun bergegas turun menuju desa Senaru. Sepanjang jalur Senaru ditutupi pohon-pohon besar dan cukup rindang. Cukup memayungi kami dari panas. Memang, jalur Senaru merupakan hutan subtropis, jadi tidak seperti di Sembalun yang berupa sabana.

Di tengah perjalanan menuju pos-pos lain, kami banyak berjumpa dengan pendaki lain. Kala itu kami bertemu rombongan pendaki dari Korea Selatan di salah satu pos. Setelah berjalan sekian jam, akhirnya dari kejauhan kami melihat banyak penduduk desa Senaru yang memanen hasil tani di kebun mereka. Pertanda desa Senaru semakin dekat. Akhirnya kami mulai semangat dengan berjalan lebih cepat, bahkan berlari.


Gerbang masuk Rinjani jalur Senaru
Dan, akhirnya kami sampai di Senaru pada waktu siang hari, lebih cepat dari perjalanan saat naik memang hehe. Ah lega rasanya. Kami sangat bersyukur karena pendakian kami berjalan lancar dan diberi keselamatan oleh Sang Pemberi Hidup. 

Namun, kami harus berjalan lagi sekitar 15 menit menuju penjemputan agen travel kami. Setelah sampai, kami langsung 'nggeblak' istilahnya. Rasanya sangat melelahkan, tapi terbayar dengan apa yang sudah kami terima. 

Kami merasa senang bisa kembali dengan selamat, tapi sedih juga harus meninggalkan 'surga' Pulau Lombok ini. Saya merasa sangat bangga bisa dilahirkan di negeri dengan sejuta pesona alamnya. Akhirnya mimpi  kami ber-empat tercapai bisa mendaki Gunung Rinjani meskipun tidak sampai puncak. Mungkin lain waktu, Rinjani akan memanggil kami untuk bisa berdiri di puncaknya.


***

2 komentar:

  1. Sudah banyaaaak banget denger cerita mengenai gunung undah ini. Dan emang, kemaren waktu ke Teluk Hijau di Banyuwangi saya bertemu dengan pendaki yg udh kemana-mana. Beliau udh ke Puncak Carstensz di Jayawijaya, Rinjani, dll. Dan beliau bilang, emang Rinjani kedua terindah setelah Carstensz. Dan perjuangan kesini ga main". Gabisa seenaknya.

    Baca pengalaman mas di sini bikin pingin banget, tapi jga harus mikir" persiapannya. Ga semudah tapi ga sesulit itu juga kan, yang penting berjiwa besar #tsaaah hehehhe.

    Moga lain kali kesempatan saya yg kesini xD

    BalasHapus
  2. Wah jadi penasaran sama salah satu seven summit dunia, Cartenz. Dan mungkin butuh lebih dari beberapa kali naik gunung, panjat tebing sama rapling sebelum kesana haha. Bener2 persiapan mateng bgt.

    Aku kesini aja awalnya modal nekat mba, belom pernah naik gunung sekalinya langsung rinjani, mikir panjang x lebar akhirnya memantapkan diri ceritanya hehe

    BalasHapus